Brang Ene, centralditanews- Zain (32) pemuda dari Desa Mata Iyang, Kecamatan Brang Ene Kabupaten Sumbawa Barat mengatakan pada media ini bahwa masyarakat masih awam tentang tahapan pemilu.
“Jangan sosialisasi, spanduk saja tidak ada. Saya sudah cek di desa saya dan saya pastikan tidak ada spanduk,” ucapnya.
Komentar juga muncul dari Sugianto, Pemerhati demokrasi dari Desa Lamusung, Kecamatan Seteluk KSB.
“Masyarakat tidak tahu tahapan pemilu, mereka (KPU, red) di Desa Lamusung sudah sosialisasi, namun hanya sekali dan mengundang beberapa tokoh desa. Maksud saya adalah, mereka harus memanggil masyarakat tataran bawah agar tahu tahapan pemilu. Bukan hanya sebatas tokoh saja, saya yakin tokoh-tokoh tersebut paham pemilu namun berbanding terbalik ketika kita berbicara masyarakat awam,” pungkasnya.
Dilanjutkan olehnya, seharusnya spanduk dipasang di Kantor Desa, Karena semua masyarakat pasti berurusan ke Kantor Desa, selain itu KPU juga harus memasang spanduk di tempat umum. Penyebaran informasi lewat brosur atau panplet seharusnya juga dilakukan. Namun itu tidak dilakukan oleh petugas KPU di tingkat Desa Lamusung. Lalu pertanyaan saya kemana anggaran 14 M lebih itu diperuntukkan?
“Jangan sampai KPU mencederai demokrasi, karena di dialah partisipasi pemilih ditentukan. Anggaran juga harus dibuka ke publik, agar jangan sampai ada yang capek di lapangan dan di satu sisi kaya akan perjalanan dinasnya,” tegasnya.
Media ini juga mewawancarai kasi Intel di Kejaksaan Negeri Sumbawa Barat, I Nengah Ardika mengungkapkan jika pihaknya tidak dimintai melakukan pendampingan anggaran Pilkada. Kejaksaan hanya dilibatkan pada gakumdu yang tugasnya bersosialisasi pada masyarakat agar tidak terjadi pelanggaran Pilkada.
“Untuk tahapan dan pengawasan anggaran kami tidak terlibat, kami hanya dilibatkan dalam mengawasi pelanggaran pada pilkada,”
Namun dibalik itu, dirinya tidak menampikkan jika kejaksaan akan melakukan pemeriksaan jika ada laporan atau kengaduan masyarakat masuk.
Ia menyebutkan salah satu contoh kasus yang pernah disidangkan olehnya waktu bertugas di daerah Lembata NTT.
“Waktu itu terjadi Mark up anggaran Pilkada yang dilakukan oleh Sekretaris dan bendahara KPUD. akibatnya, negara dirugikan 300 juta. Sekretaris dan bendara tersebut dihukum sesuai pasal yang disangkakan padanya,” tutup I Nengah Ardika.
Sementara dihari yang sama, ketua KPU KSB, Denny Saputra, S.Pd mengatakan bahwa KPU KSB sudah mulai melakukan sosialisasi tahapan pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020.
“Semenjak penandatangan NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah) antara Pemerintah Daerah Sumbawa Barat dengan KPU KSB di bulan Oktober 2019, sosialisasi langsung dilakukan,” ujar Denny, Senin (20/07/2020) di ruang kerjanya.
Dikatakan olehnya bahwa untuk memperkuat sosialisasi tentang tahapan pemilu, KPU KSB bekerjasama dengan perpanjangan tangan mereka di tingkat desa telah melakukan sosialisasi dan memasang satu spanduk per desa di seluruh wilayah Kabupaten Sumbawa Barat.
“Kami telah sosialisasi, kami juga telah memasang satu spanduk tiap desa. Memang ada sedikit kendala ketika bekerja di masa Pandemi Covid-19, namun itu bukan alasan,”. Pungkasnya.
Berbicara masalah anggaran Pilkada, KPUD telah menerima anggaran dari APBD KSB sebesar 14,75 Milliar. Selain itu baru-baru ini KPU juga mendapat suntikan anggaran yang bersumber dari APBN sebesar 2 Milliar, penggunaan anggaran 2 Milliar itu diperuntukkan khusus untuk pengadaan Alat Pengaman Diri (APD) petugas di lapangan. (cdn.wan)