PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL DALAM PENINGKATAN KINERJA SATPOL-PP KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL DALAM PENINGKATAN KINERJA SATPOL-PP KABUPATEN SUMBAWA BARAT

OLEH : BADRUS SYAMSU
(Mahasiswa Sekolah Pasca Sarjana Magister Manajemen Inovasi Universitas Teknologi Sumbawa)

Lahirnya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 dan terakhir disempurnakan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan kewenangan yang besar kepada daerah untuk melaksanakan pembangunan di Daerah Otomi, kewenangan ini diwujudkan dalam bentuk kebijakan Pemerintah seperti Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah, serta produk hukum lainnya. Satuan Polisi Pamong Praja sebagai perangkat daerah yang dibebankan tugas untuk mengawal dan menegakkan kebijakan Pemerintah  Daerah sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2010, bahwa Satuan Polisi Pamong Praja yang selanjutnya disebut Satpol PP mempunyai  tugas menegakkan  perda,  menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat. Demikian juga halnya di Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sumbawa Barat. Peran Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sumbawa Barat diarahkan untuk mendukung pencapaian visi dan misi Bupati Sumbawa Barat pada urusan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri

Dalam menjalankan perannya Satpol PP Kabupaten Sumbawa Barat didukung oleh Sumber Daya yang cukup memadai dari segi jumlah. Peran Satpol PP semakin strategis dan menuntut peningkatan kinerja yang benar-benar optimal. Satpol PP bukan saja dituntut makin taktis, tetapi juga dituntut untuk terus memperbaiki manajemen serta pendekatan yang seharusnya dikembangkan menyikapi meningkatnya tantangan yang dihadapi di lapangan. Petugas Satpol PP bukan hanya semata merupakan alat kekuasaan belaka, namun lebih sebagai pengayom, pencegah maupun penegak Perda perlindungan dan ketertiban. Belakangan ini segala bentuk langkah Satpol PP diberbagai  daerah tidak pernah luput dari perhatian publik, segala aktivitasnya dengan mudah diketahui melalui pemberitaan di media cetak dan elektronik. Sayangnya citra yang terbentuk di masyarakat atas tindakan aparat Satpol PP kurang baik. Munculnya citra negatif terhadap aparat  Satpol PP karena seringnya masyarakat disuguhi aksi-aksi yang terkesan arogan saat menjalankan tugas dalam memelihara dan menyelenggarakan keamanan dan ketertiban umum.

Pembongkaran bangunan liar, penertiban pedagang kaki lima, razia pekerja seks komersial (PSK) dan gelandangan, yang sering berujung bentrokan fisik, adalah gambaran yang sering dilakukan oleh aparat Satpol PP, karena itu tidak berlebihan apabila sebagian besar masyarakat menganggap  aparat Satpol PP sebagai aparat yang kasar, arogan penindas masyarakat kecil, serta sebutan-sebutan lain yang tidak enak didengar. Ditambah dengan peran media masa yang sering melebih-lebihkan dalam penyampaian berita maka makin buruklah gambaran citra Satpol PP dimata publik.

Pola pikir masyarakat tentang Satpol PP saat ini harus diubah, kasus kasus yang terjadi selama ini tidak mutlak kesalahan Satpol PP mereka  hanya  melaksanakan  tugas, jika sejak awal  Pemda  tegas dalam mengatur peraturan dan tidak memberikan toleransi terhadap gejala-gejala penyimpangan sosial, maka  kejadian-kejadian yang tidak diharapkan bisa dicegah. Tetapi dari awal Pemda tidak tegas dalam mengatur Perda, sehingga banyak masyarakat menyepelekan aturan yang ada.

Ketegasan Pemda dalam mengatur Perda juga diperlukan sehingga rakyat juga dapat melaksanakan peraturan tersebut. Saat ini Satpol PP dalam kondisi dilematis karena banyak masyarakat yang belum  mematuhi Perda. Dengan kondisi  yang sudah seperti ini, Aparat Satpol PP dalam melaksanakan tugas di lapangan dituntut memiliki  perasaan, keutuhan jiwa dan  kemampuan intelektual. Artinya yang harus dimiliki seorang anggta Satpol PP tidak hanya memiliki kecerdasan intlektualitas semata, namun harus didukung oleh kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, komitmen pribadi dan integritas untuk mengatasi berbagai masalah.

Seringkali kegagalan dalam   melaksanakan tugas dialami karena secara emosional seorang Satpol PP tidak mau atau tidak dapat memahami dirinya sendiri dan orang lain, sehingga keputusan yang diambil bukanlah keputusan dari hati, yang mempertimbangkan martabat manusia dan menguntungkan institusi, melainkan cenderung egois yang berorientasi pada kepentingan organisasi, akibatnya ketika melaksanakan tugas, banyak korban baik dari pihak Satpol PP maupun dari pihak masyarakat yang ditertibkan. Seperti kasus yang terjadi di Priok pada 17 April 2023, ada sebagian anggota Satpol PP menjadi korban amukan massa hingga tewas. Disisi lain masyarakat sipil yang menghalangi penertiban makam Mbah Priok juga ada yang menjadi korban.

Keberadaan Satpol PP adalah  sebuah keniscayaan, karena selain alasan konstitusi, Satpol PP juga menjadi alat bagi pemerintah daerah dalam menegakkan Perda. Tanggung jawab berat dengan lemahnya kualitas pencitraan seperti ini tentunya sangat riskan bagi Satpol PP. Pada kenyataannya tindakan aparat tidak jarang mendapat perlawanan dari masyarakat yang pada akhirnya menimbulkan konflik, dalam hal ini cara penegakkan suatu produk hukum menjadi sangat penting, oleh karena itu komunikasi dan sosialisasi kepada masyarakat perlu dilaksanakan agar masyarakat paham alasan pemerintah menerbitkan aturan tersebut adalah untuk ketertiban dan kebaikan masyarakat itu sendiri.

Pemerintah daerah menertibkan kegiatan pertambangan ilegal karena kegiatan pertambangan dilakukan dengan cara yang tidak aman dan peralatan yang tidak standar sehingga banyak menimbulkan kecelakaan kerja, seperti penambang yang tertibun di dalam lubang galian, pertikaian masyarakat yang berebut lokasi, kejadian tersebutlah yang melatarbelakangi pemerintah melakukan penertiban, akan tetapi karena kurangnya komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat mengakibatkan munculnya perlawanan, karena  masyarakat beranggapan bahwa  aturan yang dibuat hanya akan membatasi masyarakat dalam mendapatkan sumber penghidupan, menghadapi permasalahan ini seorang aparat Satpol PP bukan hanya berpatokan  kepada konstitusi, akan tetapi perlu melakukan pendekatan emosional, lebih jauh Goleman (2001:
513-514) menguraikan ada lima  variabel kecerdasan emosional dalam diri individu yaitu, kesadaran diri (Self Awarnes), pengaturan diri (Self Manajemen), motivasi diri (Self Motivation), Empati (Empathy Social awarnes), dan Keterampilan  sosial (Relationship Management).

Berkaitan dengan pelaksanaan    tugas aparatur, Susilo Bambang   Yudoyono (SBY) saat menjabat   Presiden Republik Indonesia dalam pidato ulang tahun Satpol PP menyatakan “Bahwa walaupun   yang ditegakkan itu adalah   kebenaran namun jika dilakukan dengan cara tidak baik dan pada kondisi yang tidak tepat maka akan menimbulkan konflik” (Sumber:http://www.serambinews.com/news/views/28861/citra-Satpol pp).

Seharusnya petugas Satpol PP dapat melindungi masyarakat dari kekerasan yang berujung pada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Tingkat kemajuan masyarakat yang tinggi diiringi dengan kecenderungan munculnya segala bentuk ketidakadilan, dan kesenjangan memunculkan ketidak percayaan sebagian masyarakat terhadap aparatur khususnya Satpol PP. Beberapa permasalahan yang terjadi dalam masyarakat menyebabkan gejolak emosional, gangguan ketentraman dan  ketertiban masyarakat. Berbagai  kecenderungan tersebut memunculkan krisis kepercayaan dan mengakibatkan menurunnya kewibawaan pemerintah.

Berkaitan dengan kinerja Gomes   (2003:142) menjelaskan dimensi dalam kinerja sebagai berikut :

1.  Quality of Work (Kualitas kerja) yaitu kualitas yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapan
2.  Quantity of Work (Kuantitas  Kerja) yaitu jumlah yang dilakukan dalam satu periode waktu yang ditentukan.
3. Job Knowledge (Pengetahuan  Kerja) yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya.
4. Creativenes  (Kretivitas) yaitu  keaslian gagasan yang dimunculkan dan tindakan menganilisis persoalan yang muncul.
5.  Cooperation (Kerjasama) yaitu   kesediaan kerjasama dengan orang lain (sesama anggota organisasi)
6. Dependability (Tanggung jawab) kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran.
7.  Initiative (Inisiatif) yaitu semangat melaksanakan tugas-tugas baru dalam memperbesar tanggung jawab.
8. Personal Qualities (Kualitas Pribadi) yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan dan integritas pribadi

Berdasarkan dimensi kinerja yang disebutkan oleh Gomes diantaranya   adalah kerjasama, oleh karenanya apabila suatu organisasi pemerintah belum mampu menjalankan pola kerjasama dengan baik dan benar maka dapat disimpulkan bahwa kinerja organisasi tersebut belum optimal.

Berkaitan dengan kecerdasan emosional PNS pada Satpol PP Kabupaten Sumbawa Barat, penomena yang terjadi adalah sebagai berikut :
1.  Sering terjadinya konflik antara aparat Satpol PP dengan masyarakat yang menjadi objek penertiban aparat, seperti kasus yang penulis sajikan diatas tentang penertiban penambangan ilegal oleh masyarakat di Kecamatan Sekongkang Kabupaten Sumbawa Barat, terjadi bentrokan antara petugas dengan masyarakat penambang, timbul korban dari kedua belah pihak selain itu kendaraan petugas di bakar oleh masyarakat yang melakukan kegiatan pertambangan ilegal. Kejadian ini diasumsikan bahwa karena anggota Satpol PP kurang mampu menahan amarah, mudah stres ketika bekerja, kurang mampu mengenali dan mengendalikan emosi diri.
2.  Sering terjadi gesekan atau  konflik kecil antara aparat Satpol PP dengan hukum lainnya seperti aparat kepolisian dalam pelaksanaan tugas, kejadian ini mengindikasikan bahwa aparat Satpol PP kurang mampu mengatur emosi sendiri, kurang dalam hal keterampilan sosial, kurang mampu memotivasi diri, kurang mampu mengendalikan emosi sehingga cenderung ingin menang sendiri.
3.  Timbulnya krisis kepercayaan masyarakat terhadap Satpol PP sebagai pelindung masyarakat dan penegak perda dalam rangka menciptakan ketertiban dan ketentraman masyarakat yang mengakibatkan menurunnya sikap hormat dan patuh masyarakat pada aparat yang pada akhirnya menurunkan kewibawaan aparatur pemerintah. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian anggota Satpol PP memiliki Keterampilan sosial yang rendah.
4.  Munculnya  citra  buruk  Satpol  PP  sebagai  aparat  yang arogan. Hal ini terjadi karena dalam pelaksanaan tugasnya Satpol PP hanya mengandalkan kekuatan konstitusional tanpa memperhatikan hal lain seperti, pendekatan kemanusian, negosiasi, empati dan komunikasi aktif dengan masyarakat sehingga munculnya sikap antipati masyarakat terhadap aparat, peristiwa ini diasumsikan bahwa Satpol PP gagal melakukan pengaturan diri, kurang dalam hal kesadaran diri dan empati

Pada penelitian terdahulu yang dilakukan Pasaribu (2014) menemukan adanya pengaruh antara kecerdasan emosional terhadap kinerja pegawai, sementara Nurhayati dkk (2013:10) melakukan penelitian terhadap PNS pada lingkup Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Nusa Tenggara Barat tidak menemukan adanya pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja PNS.

Peningkatan kinerja perlu dilakukan agar lebih mengoptimalkan pekerjaan aparatur, dimana kinerja ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor kecerdasan emosional. Sebagian tokoh menyatakan bahwa faktor ini berpengaruh terhadap optimalisasi kinerja pegawai, dimana keberhasilan kecerdasan emosi dilihat melalui seberapa baik seseorang dapat mengelola emosinya manakala dihadapkan pada situasi dan masalah yang sulit untuk diselesaikan, serta seberapa baik seseorang dapat mengerti dan memahami perasaan orang lain.

Seseorang yang tidak dapat mengelola emosinya khususnya dalam masalah pekerjaan akan berdampak buruk pada hasil kerja mereka dan hubungan sosial mereka dengan orang lain, dimana mereka seringkali gagal untuk mengendalikan emosi serta amarah mereka dan kurangnya rasa empati terhadap sesuatu hal yang sedang dihadapi oleh orang lain.

Berdasarkan penomena diatas selanjutnya muncul pertanyaan:
1. Bagaimanakah tingkat kecerdasan  emosional PNS pada Satpol PP Kabupaten Sumbawa Barat?
2. Bagaimanakah kinerja PNS pada  Satpol PP Kabupaten Sumbawa Barat?
Bagaimanakah  pengaruh  kecerdasan  emosional  terhadap kinerja PNS pada Satpol PP Kabupaten Sumbawa Barat?

Dari pertanyaan-pertanyaan diatas menjadi penting bagi aparat untuk mendapatkan pemahaman dan peningkatan kecerdasan emosional melalui diklat-diklat dan kegiatan pelatihan -pelatihan lainnya.