Taliwang, centralditanews- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) tidak pernah bosan-bosan untuk melakukan pencegahan pelanggaran pada pilkada 2020.
Pernyataan itu disampaikan via Hand Phone oleh Gufran, S.Pdi, (Divisi Pengawasan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu KSB), Rabu pagi (26/02/2020). Konteks kerawanan pelanggaran pilkada akan semakin konpleks ketika Bupati hari ini ditetapkan menjadi calon tetap pada pilkada serempak tahun 2020.
“Salah satu konteks pengawasan kami adalah terletak pada titik petahana yang akan ditetapkan menjadi pasangan calon oleh KPU KSB, maka Bawaslu KSB akan memperhatikan secara cermat kebijakan dan pasilitas yang melekat hari ini pada Bupati sebagai penyelenggara negara. Jelas sekali dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, Pasal 71 ayat 3, bahwa dilarang pasangan petahana memanfaatkan pasilitas dan program daerah untuk kampanye”, Pungkas Gufran.
Baru-baru ini Bawaslu KSB telah mengikuti bimtek di Jakarta, salah satu titik tekan bimtek adalah pelanggaran terhadap kebijakan, program dan pasilitas yang dimanfaatkan oleh pasangan petahana. Selain itu kenetralan ASN juga menjadi titik tekan pada pilkada kali ini karena menurut data yang disuguhkan pada Bawaslu KSB saat bimtek, bahwa kasus pelanggaran didominasi oleh dua faktor tersebut.
Gufran mengatakan bahwa sebagai bentuk pengawasan untuk mencegah terjadinya pelanggaran, Bawaslu KSB sudah melayangkan himbauan pada Bupati Sumbawa Barat untuk memperhatikan secara cermat UU Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 71 ayat 1, 2 dan 3 .
“Mencegah lebih baik dari penindakan, maka untuk mengantisipasi timbulnya pelanggaran kami sudah melayangkan himbauan tersebut. Kami juga sedang menunggu regulasi berupa PKPU yang belum dikeluarkan, PKPU tersebut akan mengatur tentang aturan pasangan petahana ketika cuti dan tidak cuti hingga pasilitas negara yang melekat pada dirinya. Misalnya rumah yang ditempati saat ini milik pribadi namun disewakan pada pemda maka saat cuti rumah tersebut tidak bisa ditempati”, bebernya dengan detail.
Bawaslu KSB mengakui bahwa banyak pengawaaan yang dilakukan pada program-program daerah agar tidak disalahgunakan. Pasangan petahana harus betul-betul paham pada kedudukan program tersebut ketika tahapan pilkada telah masuk. Tidak dijalankan program tersebut juga mereka dinyatakan salah, digunakan namun bila berlebihan hingga melampaui anggaran yang telah ditetapkan atau mengajak memilih dirinya dengan menggunakan program tersebut juga salah.
Adapun objek larangan yang dimaksud dalam Pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2016 adalah Ayat (1). Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Ayat (2), Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
Ayat (3), Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.
Ayat (4), Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) berlaku juga untuk penjabat Gubernur atau Penjabat Bupati/Walikota.
Ayat (5), Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota. serta Ayat (6), Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) yang bukan petahana diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (cdn.wan)